SPMB 2025 Gantikan PPDB Zonasi, Sekadar Nama atau Perubahan Nyata?

Pemerintah telah resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Jalur Domisili pada 2025. Kebijakan ini menimbulkan banyak perdebatan, terutama terkait efektivitasnya dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan merata.

Apakah perubahan ini hanya sekadar pergantian nama, ataukah membawa dampak signifikan terhadap sistem penerimaan siswa di Indonesia? Artikel ini akan mengupas perbedaan utama antara PPDB Zonasi dan SPMB Jalur Domisili serta tantangan yang mungkin muncul dalam implementasinya.

Info Lainnya: AI & Coding Masuk Kurikulum! Siswa Wajib Belajar Teknologi

Perbedaan Antara PPDB Zonasi dan SPMB Jalur Domisili

1. Pergantian Istilah: Zonasi vs. Domisili

Perubahan utama yang langsung terlihat adalah pergantian istilah dari “Zonasi” menjadi “Domisili”. Namun, apakah makna dan mekanisme penerimaan berubah?

Menurut Ina Liem, pengamat pendidikan, perubahan istilah ini bisa membuka celah manipulasi data kependudukan yang lebih besar. Jika sebelumnya banyak orang tua mengubah Kartu Keluarga (KK) demi mendapatkan sekolah favorit, kini mereka cukup membuat surat domisili untuk memenuhi persyaratan sekolah tertentu.

ina liem
Ada kekhawatiran bahwa perubahan ini justru melegalkan kecurangan kependudukan yang selama ini sering terjadi,” ujar Ina Liem.

2. Perubahan Persentase Kuota Penerimaan

Meskipun jalur penerimaan masih terdiri dari Domisili, Afirmasi, Mutasi, dan Prestasi, persentase kuotanya mengalami perubahan, terutama di tingkat SMP dan SMA.

JenjangPPDB ZonasiSPMB DomisiliPerubahan
SD70% Zonasi70% DomisiliTidak berubah
SMP50% Zonasi40% DomisiliBerkurang 10%
SMA50% Zonasi30% DomisiliBerkurang 20%
Afirmasi15%20%Bertambah 5%

Dapat dilihat bahwa kuota domisili berkurang, sementara jalur afirmasi meningkat, khususnya bagi siswa dari keluarga kurang mampu dan berkebutuhan khusus.

3. Kemudahan Mengubah Data Kependudukan

Salah satu kekhawatiran terbesar dari perubahan ini adalah potensi maraknya manipulasi dokumen domisili. Dalam sistem sebelumnya, perubahan KK untuk mendapatkan akses ke sekolah favorit masih bisa diproses secara hukum. Namun, dalam sistem baru, cukup dengan surat domisili, siswa bisa mendaftar ke sekolah tertentu tanpa verifikasi lebih lanjut.

Hal ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya kesenjangan antar sekolah, di mana sekolah favorit akan semakin diminati sementara sekolah lainnya tertinggal.

Info Lainnya: SPMB 2025: PPDB Resmi Diganti, Ini 4 Jalur Masuk Sekolah!

Dampak Perubahan SPMB Jalur Domisili

1. Potensi Meningkatnya Sekolah Favorit

Sistem ini dinilai masih mempertahankan konsep sekolah favorit yang sebenarnya tidak seharusnya ada dalam sekolah negeri.

“Di sekolah negeri, seharusnya tidak ada istilah favorit. Semua sekolah harus memiliki fasilitas dan kualitas tenaga pendidik yang merata,” kata Ina Lim.

Namun, dengan mekanisme yang lebih longgar dalam jalur domisili, masyarakat yang mampu bisa lebih mudah memanipulasi data untuk mendaftarkan anak mereka ke sekolah unggulan.

2. Pemerataan Akses untuk Siswa Tidak Mampu

Salah satu perubahan positif dalam kebijakan ini adalah meningkatnya kuota afirmasi bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Dengan bertambahnya kuota afirmasi, diharapkan anak-anak dari keluarga ekonomi rendah memiliki kesempatan lebih besar untuk mengakses pendidikan berkualitas.

Namun, tetap ada potensi penyalahgunaan data, di mana beberapa pihak bisa memalsukan dokumen ekonomi agar masuk melalui jalur afirmasi.

3. Masih Maraknya Jual Beli Kursi Sekolah

Meskipun sistem berubah, praktik jual beli kursi sekolah favorit diperkirakan masih akan terjadi. Beberapa pihak yang memiliki akses dan dana lebih mungkin tetap mencari celah untuk masuk ke sekolah favorit melalui berbagai jalur.

“Pasar gelap kursi sekolah bisa naik dari Rp15 juta menjadi Rp20-25 juta jika sistem ini tidak diawasi dengan ketat,” tambah Ina Lim.

Info Lainnya: 4 Program Baru untuk Guru di Indonesia: Kebijakan Mendikdasmen

Tantangan dalam Implementasi SPMB Jalur Domisili

1. Kurangnya Pengawasan Data Kependudukan

Salah satu tantangan terbesar adalah transparansi data kependudukan. Jika pemerintah tidak memperketat pengawasan terhadap data domisili, maka sistem ini justru akan memperbesar celah kecurangan dibandingkan sistem zonasi sebelumnya.

2. Tidak Ada Grand Design Berbasis Wilayah

Idealnya, setiap daerah memiliki kebijakan penerimaan siswa yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Namun, sistem nasional yang diterapkan saat ini justru menyamaratakan persentase penerimaan tanpa mempertimbangkan jumlah siswa dan sekolah yang tersedia di setiap daerah.

Menurut Ina Lim, seharusnya ada:

  • Prediksi data kependudukan tiga tahun ke depan, sehingga daya tampung sekolah bisa disesuaikan.
  • Kebijakan penerimaan yang fleksibel, yang bisa diatur berdasarkan kebutuhan spesifik setiap daerah.

3. Minimnya Komitmen Penegakan Hukum

Selama ini, masalah utama dalam penerimaan siswa baru bukan hanya sistemnya, tetapi minimnya penegakan hukum terhadap kecurangan yang terjadi.

“Setiap tahun, sistem penerimaan siswa berubah, tetapi tidak ada upaya konkret untuk memberantas praktik curang seperti manipulasi domisili dan jual beli kursi,” ujar Ina Lim.

Tanpa adanya sanksi tegas terhadap kecurangan dalam penerimaan siswa, sistem ini kemungkinan besar tidak akan membawa perubahan signifikan.

Info Lainnya: Tahapan Lengkap PPG Dalam Jabatan: Dari Awal Hingga Lulus

Kesimpulan: Sekadar Nama atau Perubahan Nyata?

Perubahan PPDB Zonasi menjadi SPMB Jalur Domisili bukan hanya sekadar pergantian nama, tetapi juga membawa beberapa perubahan dalam sistem penerimaan siswa. Beberapa poin penting yang harus diperhatikan adalah:

  • Kuota domisili berkurang, sementara jalur afirmasi meningkat.
  • Potensi manipulasi data domisili lebih besar, yang bisa memperparah kesenjangan antar sekolah.
  • Sekolah favorit masih tetap ada, karena banyak orang tua yang berusaha mendapatkan akses ke sekolah unggulan.
  • Jual beli kursi bisa semakin meningkat jika sistem ini tidak diawasi dengan baik.

Meskipun ada beberapa aspek positif seperti peningkatan akses bagi siswa tidak mampu, tanpa pengawasan yang ketat dan transparansi data, kebijakan ini bisa menjadi bumerang bagi sistem pendidikan di Indonesia.

Info Lainnya: Jadwal Libur dan Sistem Pembelajaran Selama Ramadan 2025

 

Dukung pendidikan yang lebih adil dan transparan! Excellent Team siap membantu sekolah dan orang tua memahami sistem penerimaan siswa terbaru. Hubungi kami untuk pelatihan dan konsultasi lebih lanjut!

KONSULTASI GRATIS DENGAN EXCELLENT TEAM SEKARANG!